28/04/08

Hidup Damai Di bayangi Bencana

Pulau Una-una adalah salah satu pulau yang berada di tengah Teluk Tomini. Secara administratif, Pulau Una-una masuk dalam wilayah Propinsi Sulawesi Tengah dan berada di Kabupaten Tojo Una-una. Una-una merupakan pusat kota Kecamatan Pulau una-una. Penduduknya sebagian besar berasal dari suku Bugis dan Gorontalo. Pulau Una-una dikenal sangat subur sehingga merupakan penghasil kopra yang utama untuk daerah Sulawesi Tengah. Selain kelapa, Una-una juga menghasilkan Cengkeh dan hasil laut terutama ikan, udang, kepiting dan teripang.

Tak jauh dari Pulau Una-una terdapat gugusan pulau bernama Kepulauan Togean yang terdiri dari empat Pulau besar yaitu Pulau Batudaka, Pulau Togean, Pulau Walea Bahi dan Pulau Walea Kodi. Juga terdapat ratusan pulau-pulau kecil yang menawarkan keindahan alam bawah laut yang lengkap di dunia.

Di Pulau Una-una terdapat gunung vulkanik aktif yaitu Gunung Colo yang terletak pada 0°10' Lintang Selatan dan 121 °36.5' Bujur Timur. Dalam bahasa daerah suku Bugis, Colo berarti korek api. Menurut pengamatan, keberadaan Gunung Colo yang memiliki ketinggian 238 mdpl, agak menyimpang dari rangkaian jalur Gunung Api di Indonesia. Pada awal 1900 terjadi letusan dan meninggalkan sumbet lava yang kemudian di kenal sebagai Gunung Colo.

Pada 23 Juli 1983, setelah berdiam selama 83 tahun, Gunung Colo Meletus. Letusan dahsyat itu menghancurkan sumbat lava. Awan panas membumihanguskan 2/3 Pulau Una-una. Abu setebal 1 cm menghujani kota Palu yang berjarak 180 km sebelah barat daya. Abu juga menyebar hingga 300 km ke selatan menerpa Sulawesi Selatan.

Badan Meteorologi dan Geofisika stasiun Winangun, Manado mengatakan bahwa, gempa terkuat terjadi pada 24 Agustus, pukul 00.46.43 wita, berkekuatan 4,6 SR pada kedalaman 30 km. Daerah di Pulau Una-Una yang paling parah mengalami kerusakan adalah sebelah barat. Banyak rumah penduduk yang rusak serta di temukan tanah retak di Kampung Kololio. Selain itu, sepanjang tebing Sungai Pemantingan terjadi tanah longsor.

Gempabumi tektonik kembali mengoncang Pulau Una-Una pada awal Juli 1983 yang berkekuataan III pada skala MMI. Gempa tersebut semakin hari kian bertambah jumlah dan intensitasnya. Pada 4 Juli terasa 10 kejadian dan meningkat 40 kejadian pada 14 Juli. Tanggal 18 Juli untuk pertama kalinya terlihat kepulan asap putih di atas Colo. Jumlah gempa semakin meningkat. Bau belerang menyengat keseluruh penjuru pulau. Penduduk sebanyak 7000 jiwa segera diungsikan dengan kapal motor secara bergelombang ke Pulau Togean 40 km dari Pulau Una-una dan Ampana yang terletak di daratan Sulawesi. Ibukota kecamatan Pulau Una-una dipindahkan ke Wakai di Pulau Batudaka.

Pada 23 Juli 1983 pukul 16.23 Wita, gunung api yang diam selama 83 tahun meletus. Awan cendawan berwarna kuning berukuran raksasa memayungi Pulau Una-una. Asap letusan dalam sekejap telah mencapai 5 km. Awan panas atau pyroclastic flow tipe soufriere memusnahkan 2/3 pulau dari rerumputan hingga cengeh dan kelapa dalam waktu singkat. Pemukiman dan sarana perkantoran rubuh, sebagian diantaranya rata dengan tanah diterjang lahar. Abu letusan mencapai daerah Kalimantan bagian timur.

Letusan mulai mereda pada oktober 1983 setelah aktif selama 6 bulan dan berhenti dengan sempurna serta dinyatakan kegiatan Gunung colo sudah normal. Dari seismisitas diketahui bahwa antara Februari hingga Maret 1984 masih terjadi letusan-letusan asap secara sporadis dari dalam kawah. Dalam penyelidikan terpadu tersebut pula diketahui, bahwa sumbatlava sudah habis dilontarkan dan menyisakan 3 (tiga) kawah dengan ukuran yang berbeda-beda. Kawah tertua berdiameter ± 2000 m, Kawah kedua merupakan kawah muda berbentuk bulat dengan diameter tidak lebih dari 300 m yang muncul di sebelah timurlaut Kawah pertama. Kawah ketiga merupakan kawah termuda hasil letusan eksplosif tahun 1983, diameter kawah ± 200 m.

Diketahui kemudian, Pulau Una-una dimana Gunung api Colo berada merupakan pulau gunung api yang terbentuk sebagai hasil letusan gunung api. Hingga saat ini gunung colo menunjukan masih tetap aktif dan normal. Gunung Colo berpotensi meletus kembali yang dipicu aktivitas tektonik disekitarnya dengan besaran seperti pada tahun 1983.

Rekomendasi dari ahli vulkanologi menyebutkan bahwa posisi geografis pulau gunungapi (Pulau Una-Una) yang letaknya terpencil dan yang sewaktu - waktu dapat meletus kembali akan menimbulkan berbagai kendala dalam upaya evakuasi penduduk. Berbagai sarana pemukiman, aktivitas penduduk memiliki resiko tinggi terlanda bencana letusan gunung Colo. Walaupun menyadari bahaya yang mengintai, setelah tiga sejak letusan, berangsur-angsur penduduk kembali ke Pulau Una-una. Membangun kembali kehidupan. Menanami kebun dengan kelapa dan cengkeh. Tak jarang penduduk mendapatkan rusa untuk dimakan bersama-sama. Diperkirakan rusa di Pulau Una-una telah berkembangbiak hingga puluhan kali lipat dibandingkan sebelum letusan.

Saat ini telah banyak penduduk mulai menetap kembali. Sebelumnya mereka hanya datang sesekali dalam setahun ke Pulau Una-una untuk panen atau menanam tanaman jangka panjang. Selain dikenal karena kesuburan tanahnya, pulau Una-una juga memiliki kekayaan alam bawah laut yang sering dijadikan daerah tujuan wisata selam. Setidaknya terdapat lima tempat menyelam di Pulau Una-una yaitu Jack's Point, Menara, Fishomania (The Pinnacle), Kololio, dan Tanjung Apollo. Pada musim-musim tertentu para penyelam dan masyarakat dapat menyaksikan pesta ribuan bubara dan palangasa (barakuda) berenang mengitari karang yang berjarak hanya 400 meter dari pinggir pantai.

15/04/08

Catatan dari Una-una

Pulau Una-una, sebuah desa. Dahulu ini merupakan ibukota kecamatan Una-una.
Reruntuhan gedung instansi pemerintahan, rumah-rumah tembok milik penduduk, masih tersisa. Beberapa keluarga masih memanfaatkan bekas rumah atau kantor yang masih layak untuk ditinggali. Banyak pula rumah kayu yang baru berdiri, keraguan menyertainya. Status bahaya, pulau tertutup, menjadi informasi yang simpang-siur menyebabkan banyak masyarakat belum berani membangun rumah yang permanen.

Ke Una-una, saya datang, pulau kelapa. Bodi (perahu motor) mendekati bibir pantai. Pohon kelapa, pohon kelapa, pohon kelapa dan eehh…. kepala orang di depanku! dia berdiri tiba-tiba, berpindah tempat, mengambil tas, tampak tak sabar untuk segera turun. Bodi meluncur perlahan di antara dua tiang penanda gugusan batu karang, (anger) peninggalan Belanda. Hati-hati menabrak batu karang, apalagi tak tahu situasi sebaran karang di dekat pulau Una-una.

Di belakang pepohonan kelapa, tampak dua gunung, gunung Bendera dan gunung Sakora. Gunung Colo di belakang mereka. Tahun 1983, Colo meletus, menyebabkan ribuan orang mengungsi. Bencana alam. Pengungsi pulau Una-una banyak tersebar di berbagai tempat. Tidak hanya penduduk yang mengungsi, administrasi desa dan kecamatan ikut pindah. Pada saat pengungsian, penduduk satu desa dipindahkan dan dikumpulkan dalam satu wilayah desa. Di pulau Batudaka berdiri desa Tanjung Pude, Una-una dan Lembanya. Di pulau Togean berdiri desa Beko, Langger dan Danda. Sebagian desa tersebut masih memakai nama-nama desa yang berasal dari Una-una. Masing-masing pemerintahan desa, mengikuti asalnya.

Jembatan Oleng
Jembatan inilah yang menyambungkan, laut-daratan. Menginjakkan kaki di atas dermaga kayu, terasa bergoyang. Mabuk laut atau jembatan darurat, entah. Jembatan ini dibangun oleh warga, Bahril Bedu mengomandoinya. Bahril Bedu biasa dipanggil Oleng, dia adalah kepala dusun Una-una. Jembatan ini, mengembalikan gairah pulau setelah 25 tahun ditinggalkan. Dari jembatan kayu ini, mengalir hasil bumi ke pulau-pulau lain di gugusan kepulauan Togean,hingga ke daratan besar Sulawesi.

Pulau una-una semakin kecil dan landskapnya ikut berubah, abrasi pantai menelan rumah-rumah, jembatan dan gudang milik kopra fonds yang megah. Di atas pasir berjejer perahu-perahu nelayan ukuran tiga depa yang hanya bisa ditumpangi satu orang, sementara satu perahu besar ukuran enam depa di tambatkan dipinggir pantai dan sesekali bergerak di goyang ombak.

Tahun 2003, Kabupaten Tojo Una-una telah menjadi kabupaten sendiri. Melepaskan diri dari kabupaten Poso. Masyarakat begitu bergairah untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Di Pulau Una-una, masyarakat kembali mengolah lahannya dengan tanaman jangka pendek dan jangka panjang. Coklat dan kelapa adalah primadona. Lama pertumbuhan kedua tanaman ini hingga berbuah antara 3 sampai 7 tahun. Di antara coklat dan kelapa ditanami jagung, ubi, sayur-sayuran ataupun kacang-kacangan.
Di samping berkebun, sebagian besar masyarakat di pulau Una-una hampir setiap malam turun melaut, urung bila musim ombak datang. Area pemancingan berada tak jauh dari daratan, 20 menit mendayung, sampai. Lokasi pemancingan banyak tersebar di antara gugusan karang. Kantor para nelayan. Berbagai jenis ikan karang bisa dirasakan. Lebih seru memancing sendiri. Tak perlu menunggu lama, kail akan dipatuk (teto) tak jarang langsung di bawa lari. Biasanya, ikan kerapu yang punya tabiat seperti ini, kalau lihat umpan langsung lepp...!, ditelan dan dibawa lari. Suasana seperti ini biasanya akan bikin orang lupa pulang. Adzan Subuh terdengar, saya harus pulang.

Catatan dari Una-una

Pulau Una-una, sebuah desa. Dahulu ini merupakan ibukota kecamatan Una-una. Reruntuhan gedung instansi pemerintahan, rumah-rumah tembok milik penduduk, masih tersisa. Beberapa keluarga masih memanfaatkan bekas rumah atau kantor yang masih layak untuk ditinggali. Banyak pula rumah kayu yang baru berdiri, keraguan menyertainya. Status bahaya, pulau tertutup, menjadi informasi yang simpang-siur menyebabkan banyak masyarakat belum berani membangun rumah yang permanen.

Ke Una-una, saya datang, pulau kelapa. Bodi (perahu motor) mendekati bibir pantai. Pohon kelapa, pohon kelapa, pohon kelapa dan eehh…. kepala orang di depanku! dia berdiri tiba-tiba, berpindah tempat, mengambil tas, tampak tak sabar untuk segera turun. Bodi meluncur perlahan di antara dua tiang penanda gugusan batu karang, (anger) peninggalan Belanda. Hati-hati menabrak batu karang, apalagi tak tahu situasi sebaran karang di dekat pulau Una-una.

Di belakang pepohonan kelapa, tampak dua gunung, gunung Bendera dan gunung Sakora. Gunung Colo di belakang mereka. Tahun 1983, Colo meletus, menyebabkan ribuan orang mengungsi. Bencana alam. Pengungsi pulau Una-una banyak tersebar di berbagai tempat. Tidak hanya penduduk yang mengungsi, administrasi desa dan kecamatan ikut pindah. Pada saat pengungsian, penduduk satu desa dipindahkan dan dikumpulkan dalam satu wilayah desa. Di pulau Batudaka berdiri desa Tanjung Pude, Una-una dan Lembanya. Di pulau Togean berdiri desa Beko, Langger dan Danda. Sebagian desa tersebut masih memakai nama-nama desa yang berasal dari Una-una. Masing-masing pemerintahan desa, mengikuti asalnya.

Jembatan Oleng
Jembatan inilah yang menyambungkan, laut-daratan. Menginjakkan kaki di atas dermaga kayu, terasa bergoyang. Mabuk laut atau jembatan darurat, entah. Jembatan ini dibangun oleh warga, Bahril Bedu mengomandoinya. Bahril Bedu biasa dipanggil Oleng, dia adalah kepala dusun Una-una. Jembatan ini, mengembalikan gairah pulau setelah 25 tahun ditinggalkan. Dari jembatan kayu ini, mengalir hasil bumi ke pulau-pulau lain di gugusan kepulauan Togean,hingga ke daratan besar Sulawesi.

Pulau una-una semakin kecil dan landskapnya ikut berubah, abrasi pantai menelan rumah-rumah, jembatan dan gudang milik kopra fonds yang megah. Di atas pasir berjejer perahu-perahu nelayan ukuran tiga depa yang hanya bisa ditumpangi satu orang, sementara satu perahu besar ukuran enam depa di tambatkan dipinggir pantai dan sesekali bergerak di goyang ombak.

Tahun 2003, Kabupaten Tojo Una-una telah menjadi kabupaten sendiri. Melepaskan diri dari kabupaten Poso. Masyarakat begitu bergairah untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Di Pulau Una-una, masyarakat kembali mengolah lahannya dengan tanaman jangka pendek dan jangka panjang. Coklat dan kelapa adalah primadona. Lama pertumbuhan kedua tanaman ini hingga berbuah antara 3 sampai 7 tahun. Di antara coklat dan kelapa ditanami jagung, ubi, sayur-sayuran ataupun kacang-kacangan.

Di samping berkebun, sebagian besar masyarakat di pulau Una-una hampir setiap malam turun melaut, urung bila musim ombak datang. Area pemancingan berada tak jauh dari daratan, 20 menit mendayung, sampai. Lokasi pemancingan banyak tersebar di antara gugusan karang. Kantor para nelayan. Berbagai jenis ikan karang bisa dirasakan. Lebih seru memancing sendiri. Tak perlu menunggu lama, kail akan dipatuk (teto) tak jarang langsung di bawa lari. Biasanya, ikan kerapu yang punya tabiat seperti ini, kalau lihat umpan langsung lepp...!, ditelan dan dibawa lari. Suasana seperti ini biasanya akan bikin orang lupa pulang. Adzan Subuh terdengar, saya harus pulang.